Ibadah haji selalu menyisakan cerita yang unik dan menyentuh hati. Dari jutaan jemaah yang datang dari berbagai penjuru dunia, setiap langkah menuju Baitullah menyimpan kesan mendalam. Tahun ini, sebuah momen sederhana berhasil menyita perhatian warganet dan menjadi viral: eskalator yang menghadap langsung ke Masjidil Haram, menjadi titik favorit para jemaah untuk melihat keindahan Ka’bah dari sudut yang berbeda.
Fenomena ini bukan sekadar soal teknologi atau kenyamanan, melainkan tentang bagaimana momen spiritual bisa berpadu dengan infrastruktur modern yang menyentuh hati banyak orang. Bagaimana cerita di balik eskalator viral ini? Mengapa tempat sederhana ini jadi begitu berkesan bagi para jemaah haji? Mari kita telusuri bersama dalam kisah lengkapnya.
Awal Viral: Ketika Kamera Menangkap Keajaiban Sederhana
Video Singkat, Dampak Mendalam
Semuanya bermula dari unggahan seorang pengguna media sosial di TikTok yang merekam momen jemaah menaiki eskalator di salah satu sudut kompleks Masjidil Haram. Dalam video tersebut, terlihat para jemaah, tua dan muda, menatap takjub ke arah Ka’bah saat mereka naik perlahan menggunakan eskalator.
Suara-suara takbir dan dzikir terdengar samar, namun terasa menyatu dengan ekspresi wajah-wajah penuh haru. Beberapa menitikkan air mata, sementara yang lain mengangkat tangan sembari berdoa. Tidak ada yang sibuk dengan gadget; semua fokus pada satu titik: Ka’bah yang terlihat megah dan bercahaya di kejauhan.
Video berdurasi kurang dari satu menit ini langsung viral. Dalam waktu 24 jam, video tersebut ditonton lebih dari 3 juta kali dan dibagikan ribuan kali. Komentar pun membanjiri, sebagian besar diisi dengan rasa takjub dan rindu untuk bisa berada di sana.
Menjadi Titik Favorit Para Jemaah
Setelah viral, lokasi eskalator itu pun menjadi populer di kalangan jemaah haji. Banyak yang menyebutnya sebagai “tangga penuh doa” atau “eskalator penuh haru.” Bagi mereka yang mungkin tidak kuat berdiri lama atau menunggu di tempat terbuka, eskalator ini menjadi semacam tempat singgah spiritual—di mana mereka bisa berhenti sejenak, menatap Ka’bah, dan menyampaikan doa-doa yang terpendam di hati.
Fenomena ini menunjukkan bahwa kehadiran infrastruktur modern bisa menjadi sarana spiritual, bukan hanya untuk mobilitas, tetapi juga untuk merenung dan merasakan kehadiran Ilahi.
Lokasi dan Konteks: Di Mana Letak Eskalator Viral Ini?
Terletak di Salah Satu Pintu Menuju Area Tawaf
Eskalator ini terletak di salah satu pintu masuk menuju area Mas’a (tempat Sa’i antara Bukit Safa dan Marwah) dan terhubung langsung dengan jalur ke arah area tawaf. Dari eskalator ini, jemaah yang naik bisa langsung melihat panorama Masjidil Haram dari ketinggian tertentu—membuat Ka’bah terlihat lebih menawan, terutama saat malam hari ketika lampu menyala terang.
Panorama dari sini sungguh luar biasa. Ka’bah terlihat berada di tengah-tengah jemaah yang mengelilinginya, dengan latar belakang langit Mekkah yang memukau. Momen ini menjadi salah satu pengalaman spiritual yang tak terlupakan, meskipun hanya berlangsung dalam hitungan detik saat menaiki eskalator.
Infrastruktur yang Memanusiakan Jemaah
Pemerintah Arab Saudi memang telah melakukan banyak inovasi untuk meningkatkan kenyamanan jemaah, termasuk pembangunan dan penataan ulang berbagai fasilitas. Eskalator ini hanyalah satu dari ratusan titik akses di sekitar Masjidil Haram, tetapi keindahannya menjadi sorotan karena bagaimana jemaah mengapresiasi momen sederhana itu dengan cara yang sangat manusiawi.
Bagi jemaah lansia atau penyandang disabilitas, eskalator ini menjadi penyelamat. Bukan hanya karena membantu mobilitas, tetapi juga karena memberi mereka kesempatan yang sama untuk menikmati keindahan Ka’bah tanpa harus berdesakan.
Reaksi dan Testimoni Para Jemaah
Air Mata di Atas Eskalator
Salah satu jemaah asal Indonesia, ibu Fatimah dari Makassar, membagikan pengalamannya saat pertama kali menaiki eskalator tersebut. Ia bercerita:
“Saya tidak tahu kalau naik eskalator bisa seharu ini. Begitu melihat Ka’bah dari atas, saya langsung menangis. Rasanya seperti Allah begitu dekat.”
Kisah ibu Fatimah ini menjadi salah satu dari ribuan cerita serupa yang membanjiri media sosial. Banyak jemaah lain yang mengaku sengaja berlama-lama di eskalator, bahkan ada yang bolak-balik hanya untuk bisa menyaksikan panorama suci itu dari sudut yang sama.
Dari Viral ke Inspiratif
Salah satu ulama muda Indonesia yang menjadi pembimbing haji tahun ini juga memberikan komentarnya:
“Ini bukti bahwa spiritualitas bisa ditemukan dalam momen paling tidak terduga. Eskalator yang dirancang untuk membantu, malah jadi tempat bermunajat. Itu keajaiban tersendiri.”
Fenomena ini juga menarik perhatian media internasional. Beberapa media dari Timur Tengah dan Asia menyebutnya sebagai contoh nyata bagaimana desain arsitektur bisa berdampak pada pengalaman religius seseorang.
Eskalator Sebagai Simbol Spiritualitas Modern
Teknologi Bertemu Kesucian
Eskalator—yang dalam keseharian kita anggap sebagai alat bantu praktis—di Masjidil Haram justru berubah fungsi secara emosional. Ia menjadi simbol transisi, dari dunia fisik ke dunia spiritual, dari langkah kaki ke keheningan hati.
Saat seseorang naik eskalator itu, ada kesan seperti sedang “diangkat” menuju dimensi yang lebih tinggi. Pemandangan Ka’bah yang semakin jelas seiring naiknya eskalator seolah melambangkan perjalanan jiwa mendekati Tuhan. Ini menjadi perenungan mendalam bagi siapa saja yang merasakannya.
Makna Kesederhanaan dalam Ibadah
Fenomena ini juga mengingatkan kita bahwa tidak semua pengalaman religius harus megah atau dirancang khusus. Terkadang, momen paling menggetarkan hati justru datang dari tempat yang tidak diduga—seperti di atas eskalator yang hanya berdurasi 15-20 detik.
Dalam Islam, niat dan hati adalah pusat dari ibadah. Maka, saat seseorang melihat Ka’bah dan hatinya bergetar, maka itu sudah cukup menjadi ibadah yang luar biasa, meski dilakukan dari atas tangga berjalan.
Pengaruh di Media Sosial dan Dunia Digital
Inspirasi dari Unggahan Sederhana
Video viral tentang eskalator ini menginspirasi banyak konten religi di TikTok, Instagram, dan YouTube. Para kreator konten mulai berbagi refleksi, menulis puisi, bahkan membuat musik latar yang menggambarkan ketenangan saat berada di eskalator itu.
Sebagian lainnya mengajak follower-nya untuk mendoakan bisa segera berangkat ke tanah suci. Banyak juga yang menandai orang tua, pasangan, atau sahabat, mengajak mereka berjanji untuk naik eskalator yang sama suatu hari nanti.
Hashtag dan Komunitas Doa
Hashtag seperti #EskalatorKaabah, #TanggaMunajat, dan #MekahDariAtas mulai ramai digunakan. Tak hanya menjadi trending topic, tapi juga berkembang menjadi komunitas mini di dunia maya, di mana orang saling mendoakan agar bisa berhaji dan merasakan pengalaman serupa.
Komunitas ini tidak hanya menciptakan semangat spiritual baru, tetapi juga mempererat hubungan sesama muslim lintas negara dan bahasa.
Refleksi Spiritual: Apa yang Bisa Kita Pelajari?
Keindahan yang Tidak Dirancang
Tidak semua momen indah harus dirancang. Eskalator yang awalnya hanya alat bantu fisik bisa menjadi alat bantu hati. Ini mengingatkan kita bahwa dalam kehidupan sehari-hari pun, banyak kesempatan untuk mendekatkan diri kepada Tuhan jika kita cukup peka untuk menyadarinya.
Bisa jadi, perjalanan naik motor ke kantor, mengantri di kasir, atau bahkan duduk di halte adalah momen “eskalator” kita masing-masing—tempat sederhana yang bisa jadi ruang perenungan spiritual jika hati kita siap untuk itu.
Haji: Perjalanan Lahir dan Batin
Fenomena ini juga menegaskan bahwa haji bukan hanya soal serangkaian ritual. Ia adalah perjalanan menyeluruh—baik secara fisik maupun spiritual. Dan dalam perjalanan ini, setiap detik bisa jadi berharga. Maka, momen naik eskalator yang viral ini menjadi salah satu pengingat bahwa setiap langkah menuju Baitullah bisa mengandung makna yang mendalam.
Penutup: Eskalator yang Mengubah Cara Kita Melihat Ibadah
Eskalator di Masjidil Haram yang viral tahun ini bukanlah keajaiban arsitektur atau teknologi semata. Ia adalah representasi bagaimana sesuatu yang sederhana bisa menyentuh hati begitu dalam ketika diiringi dengan keikhlasan dan kekhusyukan.
Jutaan orang kini mengenal tempat itu bukan karena desainnya, tapi karena rasa yang ditimbulkannya. Tangga berjalan itu telah menjadi simbol perenungan, tempat bermunajat, dan ruang pertemuan antara keheningan hati dengan kebesaran Tuhan.
Bagi yang sudah naik eskalator itu, ia menjadi kenangan tak terlupakan. Bagi yang belum, ia menjadi harapan. Dan bagi kita semua, ia menjadi pelajaran bahwa dalam hidup, selalu ada “eskalator” yang membawa kita mendekat pada Sang Pencipta—asal kita cukup sadar untuk menikmatinya.
Semoga suatu hari nanti, setiap dari kita juga bisa berdiri di atas eskalator itu, menatap Ka’bah, dan berkata dalam hati: “Ya Allah, akhirnya aku sampai.”
4o